Cerita Mesum Ibu Alim - Sebetulnya aku bukanlah seorang pemerkosa. Aku juga bukan lelaki hipersex yang hobi jajan di lokalisasi. Aku seorang lelaki beristri. Tetapi, kejadian spontan telah membuatku menjadi orang yang terobsesi pada sex dengan kekerasan. Ya, tepatnya, aku kini jadi pemerkosa. Spesialisasiku, memperkosa perempuan berjilbab !
Siang itu, aku berhenti di depan sebuah warung kecil. Mau beli Djarum Super. Baru sekali ini aku ke warung ini. Seperti aku bilang tadi, aku mau beli Djarum Super. Rokok biasanya dipajang di bagian depan warung. Saat itulah kulihat seorang perempuan tengah nungging membelakangiku. Kelihatannya ia sedang menata barang dagangan.
Kalian pasti membayangkan aku melihat paha yang tersingkap di balik rok.
Jangan keliru dulu. Yang kulihat justru perempuan dengan busana serba
tertutup. Ia pakai gamis panjang sampai mata kaki. Tetapi justru itu
menariknya. Perempuan ini memakai gamis dari bahan halus berwarna biru
muda. Kelihatan juga ia berjilbab biru tua. Jilbabnya panjang. Ujungnya
sampai ke pinggulnya. Pada posisi menungging gitu, bagian muka jilbabnya
jatuh sampai ke lantai. Dari celah jilbab di bawah lengannya terlihat
tonjolan teteknya lumayan gede juga.
Yang pertama menarik perhatianku justru bokongnya. Dari belakang
terlihat bundar. Di bundaran itulah terlihat cetakan garis celana
dalamnya. Entah mengapa aku jadi tertarik mengamati terus gerakan bokong
perempuan itu. Sekitar lima menitan aku pandangi bokong itu. Yang
terlihat di mataku kini bercampur dengan imajinasi bokong telanjang.
Tambah parah lagi karena sekali perempuan itu menggaruk pantatnya tanpa
sadar ada yang mengawasi. Tanganku rasanya gatal, ingin mengelus dan
meremas pantat bundar itu. Akhirnya, perempuan itu menyadari
kehadiranku. Ia menoleh ke belakang dan terkejut.
“Eh… mau beli apa pak ?” katanya di tengah keterkejutannya.
Aku lebih terkejut lagi. Ternyata, perempuan ini sangat cantik. Usianya
memang tak muda lagi. Mungkin sudah sekitar tiga puluh tahunan. Tapi
wajahnya itu lho yang bikin aku nggak bosan memandangnya. Putih, amat
putih malah, bersih dan lembut…..Aku berlagak mencari-cari barang sambil
terus menerus mencuri kesempatan memandang wajahnya. Sesekali kuajak
ngobrol dia. Suaranya juga lembut, selembut wajahnya. Pikiranku mulai
ngeres. Membayangkan rintihannya ketika memeknya ditembus kontolku.
Baca Juga : Cara Merangsang Wanita
Dari ngobrol itulah kutahu bahwa dia seorang ibu dengan tiga anak. Yang
paling besar baru kelas 5 SD. Kaget juga aku waktu tahu dia sudah punya 3
anak. Menurutku, dia bahkan pantas jadi mahasiswi semester I. Suaminya
kerja dan baru pulang sore. Anak-anaknya sedang sekolah.
“Jadi sendirian nih, Mbak ?” komentarku, keceplosan saking excitednya.
“Iya, Pak. Sebentar lagi anak-anak juga pulang,” jawabnya tanpa curiga.
Aku masih asyik dengan bayangan tubuh telanjangnya ketika ide jahat
melintas begitu saja. Itu terjadi ketika kulihat sebilah pisau dagangan
yang dipajang. Cepat sekali itu terjadi. Aku asal saja mengambil
barang-barang dan kutaruh di meja kasir di hadapannya.
“Aduh, Mbak… saya kok kebelet pipis. Bisa numpang ke belakang nggak ?” kataku, mulai menjalankan rencana jahatku.
“Eh… gimana ya….?” katanya ragu. Aku tahu ia ragu, karena ia sendirian di rumah.
“Gimana nih…. udah nggak tahan, Mbak,” kataku sambil demonstratif meremas selangkanganku di hadapannya.
Kulihat wajahnya memerah.
“Eh…. tapi tunggu sebentar ya… kamar mandinya berantakan. Saya rapikan sebentar,” sahutnya sambil bergegas ke dalam.
Aku langsung menutup pintu warung dan menguncinya. Lalu, kuambil pisau
dan menyusul perempuan tadi. Sekilas kulihat ia keluar dari kamar mandi
dan menaruh BH ke mesin cuci.
“Gimana ? Dah nggak tahan nih,” kataku lagi sambil meremas selangkanganku dan melangkah ke arahnya.
Ibu muda itu kelihatan jengah karena melihatku ada di dalam rumah. “Eh… sudah, silakan,” katanya dengan wajah menunduk.
Karena menunduk itu, ia kaget betul waktu aku berhenti di depannya. Ia
mengangkat wajahnya dan seketika terlihat pucat waktu kuacungkan pisau
ke arah perutnya.
“Angkat tangan dan jangan melawan !” kataku setengah berbisik.
Ia tampak ketakutan betul. Tangannya segera terangkat. Kusuruh ia
berbalik menghadap tembok. Kedua tangannya kemudian kuturunkan dan
kuikat dengan BH yang kuambil dari mesin cuci. Lalu, kuputar tubuhnya
hingga menghadapku.
“Jangan… tolong, jangan apa-apakan saya…” katanya dengan suara gemetar.
“Jangan takut, saya cuma mau senang-senang sedikit,” kataku sambil
menjulurkan tangan ke dada kanannya yang tertutup jilbab lebar.
Ibu muda ini memekik kecil. Wow… teteknya terasa kenyal dan mantap.
“Kamu nggak pake BH ya ?” kataku sambil mencubit putingnya dari luar jilbab. Ia terus menggeliat-geliat.
“Siapa namamu ?” kataku sambil memencet putingnya agak keras.
“Aduh…. aduh… Lestari… aduh, jangan keras-keras….” ia merintih-rintih.
Kulepaskan jepitanku pada putingnya. Tetapi kini tanganku mulai merayap
ke perutnya yang ramping. Terus turun ke pusarnya dan akhirnya berhenti
di selangkangannya. Kuremas-remas gundukan memeknya.
“Ohhh… jangan… jangan….” Lestari menggeliat-geliat.
“Jangan takut Mbak… saya cuma mau main-main sebentar…” kataku lalu berlutut di hadapannya.
Tanganku kemudian masuk ke balik gamisnya. Menyusuri kulit tungkainya
yang mulus. Lalu perlahan kutarik turun celana dalamnya. Perempuan itu
mulai terisak. Apalagi, kini kupaksa kedua kakinya merenggang. Kuangkat
bagian bawah gamisnya sampai ke pinggang. Wow… indah sekali. Memeknya
mulus tanpa rambut. Gemuk dan celahnya terlihat rapat. Tak sabar kuciumi
memek cantik itu…
Lestari terisak, memohon-mohon agar aku melepaskannya. Ia pun
menggeliat-geliat menghindar. Tetapi, mulutku sudah begitu lekat dengan
pangkal pahanya. Kujilati sekujur permukaan memeknya sampai basah kuyup.
Lidahkupun berusaha menerobos di antara celah memeknya. Agak sulit pada
posisi seperti itu. Maka, kugandeng Lestari ke kamarnya. Setengah
kubanting tubuhnya ke atas ranjangnya sendiri. Ibu muda itu
menjerit-jerit kecil ketika dengan kasar kucabik-cabik gamisnya dengan
pisau. Sampai akhirnya, tak ada sehelai kainpun kecuali jilbabnya.
Kupandangi tubuh yang putih mulus itu. Kedua kakinya menjuntai ke tepi
ranjang. Teteknya berguncang-guncang ketika ia menangis. Dengan penuh
nafsu kucengkeram kedua teteknya dengan kedua tanganku, lalu kuciumi
kedua putingnya. Sesekali kugigit-gigit benda mungil itu.
“Jangan berteriak keras-keras ya. Cukup mendesah-desah saja. Kalau Mbak
Lestari berteriak terlalu keras, aku bisa marah dan kupotong puting Mbak
ini,” kataku sambil menjepit puting kanannya, menariknya ke atas dan
menempelkan mata pisau ke sisinya. Lestari tampak ketakutan dan
menggigigit bibirnya.
Aku kemudian melorot turun. Wajahku tepat di hadapan selangkangannya.
Kuangkat paha perempuan itu hingga terentang lebar, lalu kudorong ke
arah tubuhnya. Kini tubuhnya melengkung dan pangkal pahanya terangkat ke
arah wajahku. Perlahan, lidahku menjilat alur lubang memeknya dari
bawah ke atas.
“Eungghhhhh….” terdengar Lestari mengerang.
Tak sabar, aku menguakkan bibir memeknya dengan jemariku. Lebar-lebar
sampai terlihat bagian dalam lubang memeknya yang pink dan lembab.
Jantungku berdegup kencang. Baru kali ini aku melihat dari dekat bagian
dalam lubang memek selain milik istriku. Lebih berdebar lagi, karena
memek yang satu ini milik seorang perempuan alim berjilbab lebar !Antara
degup jantung dan dorongan gairah itu, kujulurkan lidahku
sejauh-jauhnya ke lorong itu. Soal rasa tidak penting kuceritakan.
Tetapi, sensasinya itu yang luar biasa. Tubuh Lestari bergetar hebat
diiringi erangan dari mulutnya. Hampir tak henti-henti ia meratap-ratap
diiringi isaknya.
“Jangan… jangan…. ouhhhh…. jangan…. “
Ratapannya makin menjadi-jadi saat lidahku menyerang klitorisnya dengan
sapuan yang intens. Istriku bisa menjerit-jerit histeris jika itu
kulakukan pada klitorisnya. Kulirik Lestari memejamkan mata dan
menggigit bibirnya. Kepalanya menggeleng-geleng. Kutusukkan dua jariku
dan mengaduk-aduk memeknya. Akibatnya lebih hebat lagi. Lestari
merintih-rintih dengan suara yang mirip seperti suara istriku menjelang
orgasme. Memeknya terasa amat basah. Kugerakkan jariku makin cepat.
Lalu, kusedot-sedot klitorisnya. Tiba-tiba, Lestari mengerang panjang
dan kedua pahanya mengatup hingga menjepit kepalaku. Tubuhnya
mengejang-ngejang. Saat itulah kugigit bibir memeknya dengan gemas.
Terdengar Lestari memekik kesakitan. Dari gelinjang kenikmatan, ia kini
meronta-ronta kesakitan, berusaha menjauhkan pangkal pahanya dari
gigitanku.
“Sakit….sakit, aduh… sakit… lepaskan….” rintihnya memelas.
Aku lepaskan gigitanku lalu kedua lututku menekan pahanya hingga
mengangkang. Terlihat bekas gigitanku di memeknya. Tetapi bibir memeknya
memang terlihat mengkilap oleh cairan memeknya sendiri.
“Kamu suka ya diperkosa ?” kataku sambil kali ini menusukkan tiga jari ke memeknya yang basah.
Orgasme Lestari tadi rupanya tertunda. Buktinya, ketika tiga jariku
menusuk memeknya, otot-ototnya langsung bereaksi seperti meremas ketiga
jariku. Ibu muda itu pun mengerang dan merintih….
“Ouuhhhh… jangannnhhh…aihhhh….oummmmhhhh…” desahannya makin menjadi
ketika bibirku menangkap puting kanannya dan menghisapnya kuat-kuat.
Aku tahu perempuan ini orgasme saat mendengar rintihannya. Sangat mirip
rintihan istriku ketika orgasme. Otot-otot memeknya juga mencengkeram
tiga jariku sementara pinggulnya bergerak tak terkontrol. Kupandangi
wajah sayu Lestari dengan penuh nafsu. Dia menggigit bibirnya sendiri.
Matanya terpejam. Tiga jariku masih menusuk memeknya yang terlihat amat
becek. Tubuh telanjang ibu muda berjilbab ini terlihat bergetar menahan
sisa-sisa orgasmenya. Sampai akhirnya, Lestari benar-benar terkapar
lunglai. Kedua tangannya masih terikat di belakang punggung, mengganjal
pantatnya sehingga bagian pinggulnya mendongak ke atas. Tubuhnya
bermandi peluh. Kedua pahanya mengangkang lebar. Kutarik keluar tiga
jariku, kunikmati pemandangan lubang memeknya yang membentuk huruf O dan
perlahan mengatup kembali.
“Ok… sekarang giliranku,” kataku sambil menempatkan diri di tengah pahanya yang mengangkang.
Lestari cuma bisa menggeleng lemah saat kepala kontolku mulai menyusup
di celah memeknya. Kupaksa ia mengulum tiga jariku yang berlumur lendir
dari memeknya sendiri.
“Kamu belum pernah menjilat memekmu sendiri kan ?” kataku.
Lestari terisak-isak sambil mengulum tiga jariku yang berlumur lendir
kemaluannya sendiri. Terlihat keningnya berkerut. Kepala kontolku sudah
terjepit di mulut lubang memeknya yang terasa sangat basah. Aku ingin
memberinya sedikit kejutan. Tanpa peringatan sama sekali, langsung
kuhentakkan kontolku jauh sampai ke dasar memeknya. Kontolku terasa
menerobos lorong sempit yang berlendir. Suara benturan biji pelirku
dengan pangkal pahanya terdengar cukup keras. Reaksi Lestari juga luar
biasa. Kedua matanya tiba-tiba membelalak. Kalau saja mulutnya tidak
sedang mengulum jariku, mungkin dari mulutnya akan terdengar jeritan.
Tetapi kini yang terdengar hanya gumaman tak jelas. Bahkan, jariku
terasa agak sakit karena digigit ibu muda ini. Tetapi yang jelas,
kontolku kini terasa seperti diremas-remas oleh otot-otot memek
perempuan berjilbab lebar ini. Luar biasa…
0 komentar:
Posting Komentar